BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan bergulirnya otonomi
daerah dan perubahan kewenangan pengelolaan bidang pendidikan menjadi
kewenangan pemerintah daerah, maka sudah menjadi konsekuensi bahwa berbagai
pengembangan pendidikan juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah daerah
sekolah, termasuk kurikulum yang sekarang dikenal dengan KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan).
Materi ini yang akan dipaparkan dalam kegiatan
bimbingan teknis ini berkenaan dengan landasan konseptual KTSP, landasan
yuridis KTSP, karakteristik, dan prosedur penyusunan KTSP, dan
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan KTSP.
Penyajian materi dilakukan dengan menggunakan metode
ceramah berbantuan Laptop dan LCD, tanya jawab, dan simulasi. Adapun waktu yang
diperlukan untuk penyajian materi ini seluruhnya dibutuhkan sekira 2 jam
pelajaran.
Penyajian materi diawali dengan memberikan prestest
selama 10 menit, dilanjutkan dengan pemaparan materi, diakhiri dengan
kesimpulan dan posttest.
Tujuan akhir dari pemaparan materi ini, diharapkan
para pengawas sebagai peserta bimbingan teknis memiliki pemahaman yang
mendalam tentang konsep dasar dan prosedur penyusunan KTSP sebagai
bekal memberikan bimbingan bagi pihak sekolah dalam menyusun KTSP di
sekolah-sekolah binaannya.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa yang dimaksud dengan KTSP?
- Bagaimana model konsep KTSP?
- Bagaimana landasan hukum sistem KTSP?
- Bagaimana karakteristik KTSP?
1.3 Tujuan
- Untuk mengetahui pengertian KTSP,
- Untuk mengetahui model konsep yang diterapkan
dalam KTSP,
- Untuk mengetahui perundang-undangan sistem
pendidikan nasional,
- untuk menentukan seberapa banyak mata palajaran
yang harus dipelajari, dan sejauh mana keluasan dan kedalaman materi yang
harus tercakup.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum yang dikembangkan oleh dan dilaksanakan pada tiap-tiap
satuan pendidikan. Dalam hal ini, sekolah diberi keleluasaan untuk
mengembangkan kurikulumnya. Namun demikian, tidak berarti sekolah bebas tanpa
batas untuk mengembangkan kurikulumnya. Dalam pelaksanaannya tetap berpegang
atau merujuk pada prinsip-prinsip dan rambu-rambu operasional standard yang
dikembangkan oleh pemerintah yang dituangkan dalam Paduan Penyusunan KTSP
(BSNP, Juni 2006) dan tetap merujuk pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
Standard Isi (SI) yang telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri, yakni:
Permen Nomor 23 Tahun 2006 untuk Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor
22 Tahun 2006 untuk Standar Isi dan lampirannya.
Standard Isi (SI), yaitu lingkup materi minimal dan
standar kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada
jenjang dan jenis pendidikan tertentu yang berlaku secara nasional.
Sedangkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah
standar yang digunakan untuk melakukan penilaian dan menentukan kelulusan
peserta didik. Standar kompetensi lulusan ini terdiri dari standar kompetensi
kelompok mata pelajaran dan standar kompetensi mata pelajaran untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Standar kompetensi lulusan ini berlaku secara
nasional, artinya menjadi acuan untuk dasar bagi penentuan kelulusan di seluruh
sekolah yang ada di Indonesia. Namun dalam pencapaiannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi sekolah setempat.
Selain dari pada itu, sekolah memiliki kewenangan
untuk mengembangkan mata pelajaran muatan lokal, yang sesuai dengan tuntutan
dan kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. Isi muatan lokal bisa diitegrasikan
ke dalam mata pelajaran tertentu, juga bisa dibuat dalam satu mata pelajaran
tersendiri.
2.2 Model Konsep
Kurikulum KTSP
Dalam khazanah literatur kurikulum,
setidaknya dikenal ada empat model konsep kurikulum yaitu model kurikulum
subjek akdemik, model kurikulum personal, model kurikulum rekonstruksi sosial,
dan model kurikulum teknologis. Kurikulum subjek akademik berorientasi pada
pembentukan manusia intelek. Materi pelajaran berupa ilmu pengetahuan, sistem
nilai yang dianggap baik dan harus disampaikan secara turun temurun. Proses
pendidikan adalah upaya transfer ilmu pengetahuan masa lampau yang diangga
baik. Keberhasilan pendidikan dilihat dari sejauh mana siswa menguasai bahan
ajar yang dipalajarinya.
Model kurikulum personal yaitu kurikulum yang
berorientasi pada pengembangan potensi siswa secara maksimal. Dalam kurikulum
ini tidak ada materi standar, karena materi disesuaikan dengan kebutuhan dan
minat anak. Proses pembelajaran lebih banyak upaya pembimbingan anak untuk
menyalurkan minat dan perhatiannya. Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh
mana siswa merasa sanang dalam menjalani aktivitas.
Kurikulum rekonstruksi social, adalah model kurikulum
yang berorientasi pada kepedulian sekolah untuk memecahkan permasalahan yang
ada dimasyarakat. Isi pendidikan berupa permasalahan yang ada dimasyarakat,
untuk selanjutnya dibahas dan dipecahkan dengan menggunakan khasanah keilmuan
yang ada yang dipandang relevan untuk memecahkan masalah. Metode pembelajaran
lebih banyak pada upaya diskusi dan penilaian dilakukan unutk mengetahui sejauh
mana keterlibatan siswa dalam proses pemecahanmasalah dan sejauh mana masalah
mampu dipecahkan dalam proses pembelajaran.
Terakhir model kurikulum teknologis, yaitu kurikulum
yang didasarkan pada penggunaan metode ilmiah dalam penyusunan kurikulum dan
isi kurikulum adalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dikuasai untuk
menghadapi kehidupan. Isi pendidikan menekankan pada penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, proses pendidikannya berupa transfer IPTEK, sedang
evaluasi dilakukan untuk melihat sejauh mana IPTEK mampu dikuasai oleh siswa.
Ada dua jenis teknologi yang digunakan dalam jenis kurikulum ini yaitu
teknologi perangkat lunak dan teknologi perangkat keras.
Lalu, model konsep kurikulum yang manakah yang menjadi
dasar pijakan kurikulum KTSP? Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau disebut
juga dengan kurikulum 2006, pada dasarnya adalah kurikulum 2004 yang
disempurnakan. Kurikulum 2004 itu sendiri adalah kurikulum yang berbasis
kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi adalah salah satu jenis dari model
konsep kurikulum teknologis. Dengan demikian, maka bisa ditarik suatu
kesimpulan bahwa KTSP menggunakan model konsep kurikulum teknologis.
Namun demikian, meskipun konsep kurikulum teknologis
menjadi tulang punggung pengembangan KTSP, tapi tidak berarti nilai esensial
dari model konsep kurikulum lainnya diabaikan. Karakter yang ada pada model
konsep lainnya tetap ada, hanya tidak dominan. Karena memang dalam realitas,
konsep-konsep tersebut saling melengkapi. Hal ini bisa dilihat dalam
prinsip-prinsip pengembangan KTSP dan acuan operasional penyususunan KTSP yang
dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Secara umum prinsip-prinsip pengembangan KTSP
meliputi:
1) Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan
2) Peserta didik dan
lingkungannya.
3) Beragam dan terpadu
4) Tanggap terhadap ilmu
pengetahuandan teknologi dan seni
5) Relevan dengan
kebutuhan kehidupan
6) Menyeluruh dan
berkesinambungan
7) Belajar sepanjang
hayat
8) Seimbang antara
kepentingan nasional dankepentingan daerah.
Sedangkan acuan operasional penyusunan KTSP harus
memperhatikan hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan iman dan
taqwa seta ahlak mulia
2) Peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik.
3) Keragaman potensi dan
karakteristik daerah dan lingkungan
4) Tuntutan pembangunan
daerah dan nasional
5) Tuntutan dunia kerja
6) Perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni
7) Agama
8) Dinamika perkembangan
global
9) Persatuan nasinal dan
niai-nilai kebangsaan
10)
Kondisi sosal budaya masyarakat setempat
11)
Kesetaraan gender
12)
Karaktrsitik satuan pendidikan.
Dari sejumlah prinsip dan acuan
operasional KTSP di atas tampak bahwa pengembangan potensi diri siswa sebagai
individu, aspek sosial masyarakat, penguasaan mata pelajaran/ipteks, dan aspek
Ketuhanan juga diperhatikan. Meskipun berbasis kompetensi tidak berarti hanya
ilmu pengetahuan dan teknologi melulu yang diperhatikan, unsur kemanusia,
sosial, dan spiritual juga tidak dilepaskan. Sedangkan apabila ditinjau dari
model pendekatan pengembangannya, kurikulum 2006/KTSP menerapkan pendekatan
dekonsentrasi. Yaitu campuran antara setralistik dan desentralistik atau dalam
istilah lain mengunakan pendekatan campuran model administratif dan model akar
rumput (grass root).
Model administratif, yaitu model pengembangan
kurikulum yang inisiatif dan pelaksananya ditentukan dan dilakukan oleh
pemerintah pusat. Kurikulum yang telah jadi disebarluaskan ke sekolah-sekolah
untuk dilaksanakan. Sekolah-sekolah/guru-guru tinggal menjalankan apa yang
sudah tertuang dalam kurikulum.
Model akar rumput, adalah model pengembangan kurikulum
dimana inisiatif dan pelaksanaannya dilakukan oleh guru-guru sebagai
pelaksana kurikulum. Upaya ini mula-mulanya dilakukan hanya pada cakupan
terbatas baik area materi maupun wilayah pemberlakuannya. Apabila
memperoleh kecocokkan dengan sekolah lain dan didukung oleh pemerintah sebagai
pihak yang berwenang, penggunaannya bisa meluas. Tapi apabila tidak, penggunaannya
tidak bisa menyebar dan bahkan mungkin Terhenti dan mati.
Dimanakah letak model pendekatan campuran dalam
konteks KTSP? Dalam kurikulum 2006/KTSP sebagian dikembangkan oleh pusat, yaitu
Standar Komptensi Lulusan dan Standar Isi. Sebagian lagi dikembangkan oleh
daerah/sekolah. Yaitu menterjemahkan SKL dan SI ke dalam bentuk kurikulum
operasional yang digunakan oleh setiap jenjang dan unit pendidikan
masing-masing sekolah dengan berpedoman kepada rambu-rambu prosedur
pengembangan KTSP yang dikembangkan BNSP.
2.3 Landasan
Yuridis KTSP
Sistem pengembangan kurikulum selain
berpijak pada pandangan filosofis juga tidak terlepas dari pandangan politis
yang sedang berjalan. KTSP merupakan salah satu bentuk implementasi
desentralisasi dalam sistem pendidikan. Hal ini sejalan dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang desentralisasi dibidang politik dan
pemerintahan. Perundang-undangan dan perarutan lainnya yang lebih
spesifik menjadi dasar diterapkannya KTSP yaitu:
- Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal-pasal yang dipandang mengamanatkan tentang KTSP
yaitu Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat
((1), (2), (3); Pasal 45 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4). Pasal
37 ayat (1), (2), (3); dan Pasal 38 ayat (1), (2).
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan dalam PP 19/2005
yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); pasal
5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Psal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5),
(6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3);
Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1),(2), (3),(4); Pasal 14
ayat (1), (2),(3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat
(1), (2); Pasal 18 ayat (1) (2), (3); pasal 20.
- Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 Tentang standar
isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar Isi di dalamnya
mencakup standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata
pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan
dasar dan menengah.
- Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan nasional. Standar kompetensi
Lulusan mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.
2.4 Karakteristik KTSP
Dalam kurikulum yang berbasis
kompetensi, termasuk KTSP/kurikulum 2006, jenis materi atau mata pelajaran apa
saja yang harus dipelajari, sejauh mana kedalaman dan keluasan yang harus
dipelajari, merujuk pada tujuan atau kompetensi apa yang ingin dicapai. Untuk
mencapai tujuan berupa kompetensi lulusan dari satu jenjang pendidikan, maka
ada seperangkat atau sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari. Mata-mata
pelajaran ini disusun dan dikelompok-kelompokkan dalam suatu pola tertentu.
Dimana dalam setiap kelompok mata pelajaran ini terdiri dari beberapa mata
pelajaran. Setiap kelompok mata pelajaran diarahkan untuk membentuk suatu
kompetensi tertentu.
Masing-masing mata pelajaran itu sendiri, diarahkan
untuk membentuk kompetensi tersendiri yaitu kompetensi lulusan mata pelajaran.
Di dalamnya terdapat sejumlah kemampuan yang lebih kecil harus dimiliki untuk
menguasai kompetensi lulusan mata pelajaran tersebut, yaitu kompetensi
dasar. Kompetensi dasar ini perlu dikembangkan lagi menjadi sejumlah indikator
yang diorientasikan untuk pembentukan sub kompetensi dasar, atau tugas-tugas
kecil yang diperlukan untuk membangun kompetensi dasar.
Dalam konteks KTSP yang berbasis kompetensi, tujuan
yang ingin dicapai tersebut dirumuskan dalam rumusan tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, tujuan pendidikan dasar dan menengah. Rambu-rambunya
dituangkan dalam bentuk kompetensi lulusan yang sudah ditentukan secara
terstandar yaitu Standar Kompetensi Lulusan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk mencapai tujuan berupa kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah
tersebut, terdapat sejumlah mata pelajaran yang sudah terstruktur (struktur
kurikulum) untuk tiap-tiap jenjang pendidikan tersebut. Dimana struktur
kurikulum (mata-mata pelajaran) tersebut, di kelompokkan dalam lima kelompok
mata pelajaran yaitu:
1) Kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia;
2) Kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3) Kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4) Kelompok mata
pelajaran estetika;
5) Kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam konteks KTSP yang berbasis
kompetensi, tujuan yang ingin dicapai tersebut dirumuskan dalam rumusan tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, tujuan pendidikan dasar dan
menengah. Rambu-rambunya dituangkan dalam bentuk kompetensi lulusan yang
sudah ditentukan secara terstandar yaitu Standar Kompetensi Lulusan untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk mencapai tujuan berupa kompetensi
lulusan pendidikan dasar dan menengah tersebut, terdapat sejumlah mata
pelajaran yang sudah terstruktur (struktur kurikulum) untuk tiap-tiap jenjang
pendidikan tersebut.
Selain mata pelajaran, untuk mencapai tujuan
pendidikan pada tiap-tiap satuan pendidikan ada juga muatan lokal dan
pengembangan diri.
Waktu menjadi unsur yang dipertimbangkan untuk
menentukan berapa lama suatu mata pelajaran harus dipelajari. Ini berimplikasi
terhadap penentuan seberapa luas dan seberapa dalam suatu materi pelajaran
harus diberikan sesuai dengan alokasi waktu yang ada. Dalam KTSP telah diatur
mengenai alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran pada setiap satuan
pendidikan.
Salah satu tugas utama sekolah terutama guru adalah
memilih dan menyajikan materi mata pelajaran untuk kegiatan pembelajaran. Agar
materi mata pelajaran bisa efektif dan efisien, maka sekolah/guru harus
memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip memilih, menyajikan, dan prosedur
mengembangkan materi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2006). Permendiknas 2006 Tentang SI dan SKL. Jakarta: Sinar
Grafika.
Idi, A.
(1999). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Belen, S.
(2007). Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia: Masih Menyisakan Sederet
Masalah. Tidak Diterbitkan.
BNSP.
(2006). Panduan Penusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Departemen
Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum Berbasis Komptensi, Sekolah Dasar dan
Ibtidaiyah. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Anonim.
(1999). Kamus Besar Bahasan Indonesia. Jakarta: PN. Balai Pustaka.
Sukmadinata,
N. S. (2000). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung: Rosda
Karya.
Sudjana, N.
(2000). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algessindo.
Nazar,
(2006). Merancang Pembelajaaran Aktif dan Konteksutual Berdasarkan “SISKO’
2006: Panduan Praktis Mengembangkan Indikator, Materi, Kegiatan, Penilaian,
Silabus, dan RPP. Jakarta: Grasindo.
Nasution, S.
(2006). Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Tim
Pengembang MKDP Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (2006). Kurikulum
dan Pembelajaran – Bahan Ajar. Bandung: Tidak diterbitkan.
Tim Redaksi
Nuansa Aulia. (2005). Himpunan Perundang-undangan tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: Nuansa Aulia